Mahasiswa
Senantiasa dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, mahasiswa dijadikan sebagai harapan yang akan membawa
perubahan yang berarti,
masyarakat pun menyimpan
segudang harapan besar di
pundak mahasiswa. Bagi masyarakat, mahasiswa disamping sebagai kaum intelektual, mahasiswa juga adalah salah satu segmen
masyarakat yang masih ‘suci’ dan ‘bersih’ dari praktek kotor politik yang saat
ini dimainkan oleh politikus baik di legislatif, yudikatif maupun eksekutif.
Terlepas hal tersebut diketahui oleh masyarakat
secara umum, setidaknya mahasiswa mempunyai 4 peran penting dalam melakukan
perubahan. Pertama agent of change, mahasiswa dianggap sebagai harapan bangsa untuk dapat merubah menjadi lebih baik. Itu
dikarenakan mahasiswa kaum intelektual yang dituntut untuk melakukan perubahan
kearah yang lebih baik. Kedua
social of control,
mahasiswa harus bisa mengontrol kehidupan sosial yang ada di lingkungan
sekitar, sehingga bila keadaan bangsa sudah tidak sesuai dengan harapan,
mahasiswa bisa mengkritik dan memberi saran untuk mengembalikan tujuan bangsa
yang sebenarnya. Ketiga moral
force, mahasiswa harus mempunyai moral yang baik bila ingin moral bangsa
menjadi baik dan jika terjadi kerusakan moral, maka mahasiswa dituntut untuk
meluruskan dan membenarkan dengan
moral yang seharusnya,
inilah sebuah kesadaran moral yang harus dimiliki oleh mahasiswa. Dan
yang keempat iron stock,
mahasiswa merupakan pengganti generasi sekarang dengan kata lain mahasiswa
menjadi tumpuan bagi negeri ini untuk menggantikan generasi tua yang telah memimpin saat ini.
Dari 4 peran strategis ini
sesungguhnya mahasiswa layak menjadi tumpuan harapan masyarakat yang akan
membawa nasib mereka dan negeri ini kearah yang lebih baik. Namun, peran ini
tidaklah maksimal jika mahasiswa bergerak sendiri-sendiri untuk melakukan
sebuah perubahan, hal yang sangat mustahil pula perubahan bisa diwujudkan jika
hanya bergerak sendiri-sendiri karenanya mereka membutuhkan sebuah organisasi
atau gerakan mahasiswa untuk menopang 4 peran tersebut. Artinya jika serius ingin
mengemban 4 peran ini, maka tidak ada pilihan lain bagi mahasiswa untuk memilih
kendaraan politiknya bergerak di tengah-tengah kampus secara khusus dan
masyarakat secara umum.
Realitas Gerakan Mahasiswa
Selama ini kita melihat setiap terjadi perubahan mahasiwa hanya
sebagai ‘tisu’ sekedar untuk
‘membersihkan’ rezim-rezim kotor, kemudian dibuang. bahan legalisasi perubahan
yang terjadi, gerakan-gerakan mahasiswa yang ada ketika itu seringkali hanya
menjadi kendaraan politik oleh tokoh-tokoh tertentu yang menjadi lawan politik
penguasa, atau tokoh-tokoh politik yang ingin ‘cuci tangan’ setelah menikmati
rezim yang ada. Misalnya saja, gerakan aksi mahasiswa KAMI (kesatuan aksi
mahasiwa Indonesia) ketika tahun 1966 ternyata juga menjadi kendaraan politik
untuk menjatuhkan rezim orde lama, Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil
kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri
Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni
HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama
Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan
Pers Mahasiswa (IPMI). Gerakan ini hanya fokus untuk menjatuhkan
rezim Soekarno yang dianggap gagal dalam mensejahterakan rakyat. Ketika
rezim Soekarno jatuh,
mahasiswa pengusung perubahan diberi
ucapan terima kasih oleh tokoh-tokoh yang berkepentingan untuk naik menduduki beberapa jabatan dan
memimpin bangsa ini namun
hasilnya pun sama, ternyata mahasiswa yang dulunya menginginkan perubahan yang
lebih baik malah menjadi penikmat rezim orde baru.
Perubahan dari rezim orde lama menuju orde baru ternyata
tidak menjadikan indonesia mengarah pada keadaan yang lebih baik, itu semua dikarenakan banyaknya
permasalahan bangsa yang justru
membuat nagara ini terpuruk
misalnya saja kesenjangan sosial dari krisis moneter dan korupsi yang menganga
lebar. Walhasil, pada tahun
1998 gerakan mahasiwa Reformasi pun ternyata tidak jauh berbeda, hanya
mengulang saja kilasan sejarah yang pernah terjadi sebelumnya. Gerakan
mahasiswa Reformasi 1998 pun kembali turun ke jantung ibu kota dengan tujuan
yang sama yakni menumbangkan rezim Soeharto.
Gerakan Mahasiswa telah belajar
banyak dari gerakan 1966 dengan mengubah pola gerakan dari kekuatan eksklusif ke inklusif dan
menjadi bagian dari kekuatan rakyat. Namun, tetap saja sasaran dari tuntutan “Reformasi” gerakan
mahasiswa dan kelompok-kelompok lain yang ber-oposisi terhadap rezim Orde Baru, antara lain adalah perubahan
kepemimpinan nasional. Soeharto harus ditumbangkan dari kekuasaan, tidak akan ada reformasi selama
Soeharto masih berkuasa. Hasilnya pun sama dan tidak jauh berbeda dengan
peristiwa 1966, runtuhnya rezim Suharto alih-alih membawa pada perubahan yang
lebih baik malah justru negara ini masuk dalam predikat negara GAGAL!
Akar Masalah
Gerakan Mahasiswa
Setidaknya ada beberapa pelajaran
yang bisa kita petik dari berbagai perubahan yang di lakukan oleh gerakan
mahasiswa baik itu tahun 1966 dan 1998. Adanya para ‘pemain belakang’ yang
mengendarai gerakan mahasiswa sebenarnya justru menunjukkan ketidaksiapan
gerakan tersebut untuk melakukan perubahan yang diharapkan. Mempunyai common enemy
tidak selalu berujung pada keberhasilan tujuan yang diharapkan, pergerakan 1966
dan 1998 telah mempunyai
musuh bersama yang mereka sebut dengan sebuah Rezim, tapi mereka melupakan
sistem yang telah dimainkan oleh rezim tersebut. walhasil runtuhnya rezim yang
menjadi musuh mereka tidak cukup untuk menuju perubahan yang mereka
idam-idamkan. Sistem yang tetap bertahan dan bercokol di negeri ini tetap dimainkan
oleh ‘pemain belakang’ yang mengendarai pergerakan mahasiswa. Buktinya bisa
kita lihat, penguasa yang saat ini duduk di legislatif, yudikatif dan eksekutif
manjadi diam seribu bahasa ketika melihat negara ini sudah mendapat predikat
gagal untuk mensejahterakan rakyat. Lalu pertanyaanya kenapa ini bisa terjadi?.
Setidaknya kita bisa melihat
beberapa faktor. Pertama, pergerakan
mahasiswa dulu dan yang ada saat ini, tidak mempunyai kejelasan konsep sebagai pengganti konsep (sistem) yang saat ini dalam mengatur negara,
hasilnya lagi-lagi permasalahan rezim lah
yang menjadi fokus utama untuk menjatuhkan rezim yang ada, dan pada akhirnya sistem yang ada tetap
bertahan karena pergerakan mahasiswa saat ini tidak mempunyai alternatif untuk menggantikan konsep
yang ada saat ini. Kedua, pergerakan
mahasiswa tidak mempunyai metode
yang jelas dan tepat untuk merealisasikan konsep yang mereka usung. Sering kali
juga kita temukan, gerakan mahasiswa
yang menawarkan solusi untuk berbagai jenis permasalahan negara ini. Misalnya
ketika kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), mahasiswa melakukan aksi demo
menentang kebijakan pemerintah justru melakukan aktivitas yang anarkis dan
merusak fasilitas umum hasilnya bukan malah mendapatkan simpati dan dukungan
masyarakat, justru mahasiswa mendapatkan perlawanan dari masyarakat, padahal
tidak akan ada perubahan tanpa dukungan masyarakat, meskipun niat dan keinginan
mahasiswa tulus untuk membela masyarakat dari kebijakan dzalim pemerintah. Ketidaksinkronan antara metode
mewujudkan konsep ini pula lah
yang membuka peluang bagi pihak lain untuk menunggangi pergerakan mahasiswa yang ada.
Posisi Gema Pembebasan
Berangkat dari realitas kondisi negara yang tak kunjung menemukan jati dirinya
sebagai bangsa yang berdikari, justru malah masuk pada jurang kehancuran dengan predikat negara gagal. Dan dengan diperparah makin banyaknya
pergerakan-pergerakan yang pragmatis dan mandul, maka Gerakan Mahasiswa
Pembebasan (Gema Pembebasan) lahir sebagai gerakan mahasiswa Islam Ideologis di
tengah-tengah mahasiswa dan masyarakat kampus Indonesia. Dengan mengusung perjuangan pembebasan, membebaskan negeri ini dari
belenggu ideologi kufur buatan manusia yang lemah dan membawa penderitaan serta kenestapaan hidup menuju kepada ideologi
yang berasal dari Sang Pencipta manusia Yang Maha Perkasa, mengantarkan kepada
kebahagiaan hidup dan keridlaan-Nya, itulah Ideologi islam.
Visi Gerakan Mahasiswa
Pembebasan adalah menjadikan ideologi Islam sebagai mainstream gerakan
mahasiswa di Indonesia. Dengan harapan mahasiswa akan bergerak menuju perubahan
dengan membawa sebuah konsep Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh
mereka, serta menjadikan islam sebagai satu-satunya landasan untuk menwujudkan
konsep yang mereka usung di tengah mahasiswa secara khusus dan masyarakat
secara umum.
Dari kejelasan dan ketepatan
konsep dan cara mewujudkan itu maka mahasiswa tidak akan lagi dikendarai oleh
pihak-pihak tertentu untuk melakukan perubahan menuju kapitalisme demokrasi
maupun perubahan sosisalisme komunis melainkan hanya menuju pada satu perubahan
yang hakiki yakni Revolusi
Islam. Maka tidak heran
dari aktivitas gema pembebasan sendiri tidak akan kita temukan para aktivisnya
melakukan hal-hal anarkis, seperti bentrok dengan aparat, merusak fasilitas
umum, bahkan dalam aktivitas demonstrasinya gema pembebasan tidak pernah
membakar ban, sebagai mana hal yang lazim dan biasa kita temukan di gerakan
mahasiswa lainnya. Bagi gema pembebasan, Mahasiswa adalah kaum intelektual, maka wajib mengedepankan
intelektual dalam mengusung perubahan, bukan malah dengan membuat anarkis,
karena anarkis itulah yang menodai kesucian intelektual mahasiswa.
Satu hal yang perlu dipahami oleh
seluruh mahasiswa bahwa pada tataran perubahan konsep negara, gerakan mahasiswa
tidaklah bisa bergerak sendiri, mereka perlu bersinergi dengan sebuah partai
politik yang juga memperjuangakan konsep dan cara yang sama. Karenanya sekali
lagi perubahan pada
tataran negara bukanlah peran sebuah gerakan mahasiswa melainkan peran sebuah
partai politik. Mahasiswa adalah salah satu segmen masyarakat, yang menjadi
pemantik suatu perubahan mendasar dalam sebuah negara, sedangkan perubahan
suatu negara tidaklah cukup jika hanya menggunakan satu segmen mahasiswa,
perubahan itu harus didukung sepenuhnya oleh masyrakat secara umum, dan untuk
mendapatkan dukungan itu dibutuhkan sebuah relasi sevisi dengan partai politik untuk menyadarkan masyarakat untuk mendukung perubahan
tersebut. Inilah senergitas yang kami maksud untuk menuju perubahan yang
diharapkan. Sedangkan gema pembebasan senantiasa bersinergi dengan partai
politik islam yang sejalan dengan konsep
mereka usung.
Terakhir kami berpesan, Gema Pembebasan bukanlah
satu-satunya gerakan mahasiswa yang mengusung ideologi islam, namun jika kita tidak menemukan gerakan mahasiwa lainnya yang serius mengusung
ideologi islam ini, lalu
kenapa kita masih
berdiam diri dan tidak memilih bergerak bersama Gema Pembebasan sebagai sebuah kendaraan
politik alternatif mahasiswa yang ada di depan mata kita?...
Imaduddin Al Faruq
Aktivis Gema Pembebasan
Kota Bandung
0 comments:
Post a Comment