Pada
tahun 1977, Brzezinski mempublikasikan pendapatnya kepada masyarakat umum bahwa
berpegang teguh dengan Islam adalah suatu pertahanan (benteng) terhadap bahaya
komunisme. Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar “New York Times” setelah
revolusi Iran, Brzezinski mengatakan bahwa Washington menyambut baik kekuatan
Islam yang mulai muncul di Timur Tengah. Kekuatan Islam sebagai sebuah kekuatan
ideologi akan melawan kekuatan-kekuatan yang ada di daerah (Timur Tengah), yang
bisa saja kekuatan-kekuatan itu dijadikan penopang oleh Uni Soviet.
Sekretaris
Presiden Carter dan juga wartawan, Jody Powell mengulang lagi pendapat tersebut
pada 7 November 1979, setelah tiga hari pengambilan (pemulangan) 53 orang
sandera berkebangsaan Amerika di Teheran. Dalam
kenyataannya, meskipun sumber terpercaya mengatakan bahwa Brzezinski hampir
tidak mengerti (tidak menguasai) situasi politik di Timur Tengah, tetapi dia
sibuk dengan menggunakan agama, dan mazhab (aliran) a Brzezinski gama sebagai
alat politik. Dia sebelumnya telah dilatih oleh Yesuit di sebuah Universitas.
Bahkan dia berkata bahwa dirinya adalah cermin cara berpikir orang-orang
Yesuit, hingga dia dipromosikan untuk menduduki anggota kehormatan dalam
keanggotaannya.
Brzezinski
menyampaikan pidato di hadapan Majelis Politik Luar Negeri di Washington pada
tanggal 20 Desember 1978. Ini merupakan pidato pertama yang isinya
mengungkapkan tentang pemikiran strategis Amerika Serikat yang baru, dan secara
khusus di dalamnya terfokus pada justifikasi terhadap kehadiran Amerika di
Teluk. Dalam
Memorandum Presiden No 18 di musim panas tahun 1977. Presiden Carter
memerintahkan agar dilakukan peninjauan ulang secara komprehensif terhadap
posisi militer Amerika Serikat. Sedang Brzezinski memfokuskan pada teori
perlunya sebuah aliansi dengan kekuatan-kekuatan perubahan baru, dan
memperlihatkan sikap yang sangat ramah. Dalam hal ini, dia berkata:
“Keamanan
nasional Amerika tergantung pada kemampuan untuk memberikan bimbingan positif
bagi proses yang keras ini, seperti kewaspadaan terhadap politik dan gelombang
revolusioner pembebasan. Ini berarti, harus bagi Amerika Serikat terlibat
secara aktif dalam urusan dunia internasinal untuk meningkatkan hubungan dengan
berbagai perkembangan, namun tetap komitmen terhadap perubahan yang positif
saja. Sehingga apabila kita menciptakan rintangan-rintangan buatan untuk
menghadapi perubahan dalam rangka mempertahankan status quo, maka kami akan
menjauhkan diri kami saja, dan tidak melakukan sesuatu yang mengancam keamanan
nasional kita”.
Dalam hal memuncaknya krisis perlawanan terhadap Syah, maka Brzezinski
mengeluarkan pernyataan populer, yang di dalamnya dia mengatakan: “Sesungguhnya
daerah krisis membentuk bulan sabit, yang terbentang mulai dari sebelah utara
dan timur Afrika, melintasi Timur Tengah, Turki, Iran dan Pakistan”.
Dia
menambahkan: “Bahwa fakta dalam hal ini adalah bagian dari dunia. Uni Soviet
sedang mengendalikan permainan untuk menguasai sumber-sumber minyak di Teluk,
di mana industri Barat sangat bergantung padanya”.
Ide
tersebut bukanlah sesuatu yang baru. Pada bulan Juli 1978, Brzezinski pernah
mengajukan untuk mengkaji gagasan ini. Dimana dia yakin di samping dapat
memanfaatkan organisasi-organisasi Yesuit, berbagai komunitas pendatang dari
Eropa Timur, dan perkembangan industri kertas Cina di Asia, maka dapat juga
dilakukan kerjasama dengan organisasi Islam untuk ikut membantu mengepung Uni
Soviet melalui tentara perlawanan yang berideologi.
Selain
itu, Amerika yakin, bahwa masyarakat kelas menengah telah menyatu dengan budaya
Barat. Sehingga Amerika tidak takut bahwa mereka akan terpengaruh dengan
komunisme. Tetapi Amerika memerlukan dukungan dari lapisan (kelompok) lain,
yaitu dari elemen ekstremis dan kelompok anti pengaruh Soviet. Untuk menguasai
dan mengontrol pikiran kelompok masyarakat kelas menengah, dapat dilakukan
melalui media dan pola konsumsi. Sementara untuk menguasai dan mengontrol
masyarakat golongan miskin, maka itu tidak dapat dilakukan tanpa peran
tokoh-tokoh agama, meski mereka dianggap kelompok masyarakat kelas menengah,
tetapi pada saat yang sama mereka dapat menguasai dan mengontrol masyarakat
kelas dunia (kalangan bawah). Untuk itu sekarang sangat diperlukan pengabdian
dari tokoh-tokoh agama.
Melihat
peran penting tokoh-tokoh agama di Iran, maka dalam pandangan Brzezinski mereka
adalah satu-satunya kelompok masyarakat di Iran yang siap untuk terlibat
langsung dalam kegiatan-kegiatan oposisi (penentangan), karena mereka memiliki
sistem komunikasi yang telah maju dan memiliki fasilitas setempat, dalam bentuk
lembaga keagamaan, seperti masjid, dan seperti juga lembaga (Irsyad Husainiyah)
yang terkait erat dengan hal itu. Semua potensi itu mereka gunakan sebagai
benteng pertahanan dalam menghadapi penindasan dan kekejaman Syah.
Berdasarkan
atas semua itu, maka pada bulan Desember 1978, yaitu pada waktu dimana
gelombang pemberontakan (revolusi) melawan Syah semakin meningkat, Koordinator
Komite Dewan Keamanan Nasional memutuskan secara rahasia untuk meningkatkan
secara signifikan frekwensi penyiranan radio dan kerja badan intelijen Amerika
dengan menggunakan bahasa Soviet yang digunakan di daerah-daerah Islam.
Putri
(Asyraf), saudara perempuan Syah juga berkata: “Bahwa pada dekade 70-an
berbagai media Barat mulai terbit dengan memperkuat (memfokuskan pemberitaan)
masalah (revolusi Iran), serta kesalahan dan kebobrokan Syah—sehingga ia pantas
bahkan harus dilengserkan. Dan ada sekitar enam puluh asosiasi dan majalah, di
samping majalah dan surat kabar Amerika yang semuanya menerbitkan artikel yang
menyerang Syah. Semua itu dikirim melalui pos kepada puluhan ribu orang Iran,
baik yang tinggal di dalam maupun yang di luar Iran. Dan meskipun beberapa
majalah dan surat kabar itu diterbitkan oleh profesional, namun tidak menutup kemungkinkan
mereka menerima dana yang tidak sedikit hingga berhasil digiring untuk terlibat
dalam perang dingin melawan Syah.
Sungguh
telah terbukti bahwa ada sejumlah informasi yang banyak mengenai sifat Khomeini
dan tujuan-tujuan sebenarnya. Dan buku-bukunya ada di perpustakaan-
perpustakaan yang ada disejumlah universitas di Amerika. Dan terdapat banyak
peneliti kebangsaan Amerika di AS yang mengetahui isinya dengan baik. Profesor
Marvin Zons dari Universitas Chicago yang telah berdiskusi panjang dengannya.
Sedang isi diskusi secara rinci telah disampaikan kepada sejumlah pejabat
Kementerian Negara segera setelah itu. Sang profesor, yang tidak lain adalah
arsitek dari perang psikologis (urat saraf) terhadap Syah berkata bahwa ia
menemukan dirinya di hadapan Khomeini seperti di depam orang yang tidak logis
secara signifikan.
Apalagi,
sejak Khomeini tinggal di villa kecil miliknya di daerah Nofal Le Chateau, di
Paris, Khomeini menjadi orang yang punya hubungan erat dengan insan pers dan
pertelevisian, namun pada saat yang sama dia menjadi subjek yang sedang diawasi
secara terus-menerus oleh CIA, yang telah menyewa sebuah rumah dekat villa
milik Khomeini.
Para
Anggota Kedutaan Amerika Serikat biasa kontak (melakukan komunikasi) dengan
penasihat Khomeini, seperti Bani Sadar, Sadik Quthub Zadah, dan Ibrahim Yazdi,
yang memiliki paspor AS dan menikah dengan seorang perempuan Amerika. Bahkan
dia adalah orang pertama yang dimanfaatkan untuk menjalankan gagasan revolusi
di Iran, yaitu ketika dia membentuk organisasi mahasiswa Muslim di Amerika
Serikat. Dan untuk itu dia memobilisir para siswa asal Iran maupun bukan. Dia
juga menjadi penghubung antara para pejabat intelijen Amerika dengan Khomeini
untuk mempersiapkan proses suksesi di Iran. Dia sudah tinggal di Amerika
Serikat selama delapan tahun, sehingga istrinya, Surur—yang sudah menetap
bersama keenam anaknya di kota Tonieton, Amerika—menolak untuk kembali ke Iran,
atau menolak untuk melepaskan kewarganegaraan Amerikanya.
Untuk
semua itu, Amerika merasa sangat puas dengan gagasan negara agama (Republik
Islam Iran), serta menyediakan berbagai fasilitas fisik dan informasi untuk
mempermudah pengabdiannya kepada Amerika Serikat.
Sumber: Buku “Iran
Antara Mahkota Dan Sorban” ditulis oleh Ahmed Mahabah. Dia adalah
seorang Konsul Mesir terakhir di Iran. Diterbiitkan oleh Freedom House. Edisi
Pertama 1989, hal. 195, 196, 197, 198, dan 199. (sumber:
al-aqso.org)
0 comments:
Post a Comment