Bolehkah orang kafir (non Muslim) menjadi anggota partai Islam?
Jawab:
Tidak boleh secara syar'i sebuah partai Islam menerima keanggotaan
non Muslim. Dalilnya ada dua. Pertama, terdapat dalil khusus yang
mewajibkan keanggotaan partai Islam hanya dari Muslim, yaitu firman
Allah SWT (artinya) : "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan (Islam), menyuruh kepada yang
ma'ruf dan mencegah dari yang munkar." (QS Ali 'Imran : 104).
Terkait ayat ini, Syaikh Abdul Hamid Al-Ja'bah berkata,”Kata "minkum"
[di antara kamu] pada ayat di atas melarang sebuah kelompok atau partai
dari keanggotaan non Islam, dan membatasi keanggotaannya pada Muslim
saja." (Abdul Hamid Al-Ja'bah, Al-Ahzab fi Al-Islam, hal. 120; lihat
juga Yasin bin Ali, Min Ahkam Al-Amr bi al-Ma’ruf wa An-Nahyu ‘an
Al-Munkar, hal. 64; M. Abdullah al-Mas’ari, Muhasabah al-Hukkam, hal.
33).
Kedua, banyak dalil menegaskan amar ma’ruf nahi munkar adalah ciri
khas umat Islam, bukan umat non Muslim. Misalnya QS Ali 'Imran : 110 dan
QS At-Taubah : 71. Sebaliknya orang non Islam, khususnya Yahudi, tidak
saling melarang berbuat munkar di antara mereka (QS Al-Ma`idah : 78-79),
dan orang munafik bahkan menyuruh yang munkar dan mencegah dari yang
ma'ruf (QS At-Taubah : 67). Jadi amar ma'ruf dan nahi munkar tak akan
mampu dilaksanakan sempurna, kecuali oleh umat Islam.
Berdasarkan ayat-ayat ini, Syaikh Ziyad Ghazzal menyatakan anggota
partai Islam wajib orang Muslim. Sebab misi partai Islam—yaitu amar
ma’ruf nahi munkar— telah mengharuskan keislaman anggotanya. (Ziyad
Ghazzal, Masyru' Qanun Al-Ahzab fi Daulah Al-Khilafah, hal. 46). Memang ada yang berpendapat non Muslim dapat menjadi anggota partai
Islam, dengan alasan Islam agama untuk semua dan mengakui keberagaman
(pluralitas). Namun dalil-dalil ini tidak sesuai dengan tema (maudhu’)
yang dibahas.
Benar bahwa Islam agama untuk semua karena Islam rahmatan lil ‘alamin
(QS al-Anbiya` : 107), atau Islam risalah untuk seluruh manusia (QS
Saba` : 28). (Abdullah al-Jibrin, At-Ta’amul Ma’a Ghairil Muslimin fi
As-Sunnah an-Nabawiyah, hal 3; Munqidz as-Saqqar, Ghairul Muslim fi
al-Mujtama’ al-Muslim, hal. 2). Namun konteks ayat-ayat tersebut adalah menerangkan karakter risalah
Islam sebagai risalah universal, bukan menerangkan karakter partai atau
kelompok Islam.
Benar pula Islam mengakui keberagaman suku dan bangsa (QS Al-Hujurat :
13), juga mengakui keberagaman dalam bahasa dan warna kulit (QS Ar-Ruum
: 22). (Lathifah Ibrahim khadhar, Al-Islam fi al-Fikri al-Gharbi
(terj.), hal. 167). Namun konteks ayat seperti ini adalah menerangkan
tanda-tanda kekuasaan Allah yang menjadi sunnatullah, bukan menerangkan
karakter partai Islam.
Jadi tidak tepat berhujjah dengan ayat-ayat di atas untuk membolehkan
keanggotaan non Muslim dalam partai Islam. Karena ayat-ayat tersebut
tidak ada hubungannya dengan keanggotaan non Muslim dalam partai Islam.
Wallahu a’lam.
Shiddiq Al Jawi
0 comments:
Post a Comment