Setelah kemarin pemerintah membuat opini untuk
menggiring masyarakat percaya terhadap opini yang pemerintah bangun, dimana
mereka mengatakan bahwa subsidi BBM membebani rakyat. Kini pemerintah kembali
melemparkan opini yang sama pada subsidi TDL, pemerintah menganggap bahwa subsidi
listrik ini salah sasaran. Melalui Dirjen Kelistrikan kementerian ESDM-nya, pemerintah membenarkan bahwa subsidi listrik untuk kelompok industri mencapai Rp. 19,9 Trilyun.
Jumlah tersebut sekitar 25 persen dari
total subsidi listrin APBN 2013 sebesar 78,63 Trilyun.
Hal yang sama juga sebelumnya telah dibangun oleh
pemerintah terhadap subsidi BBM. Awalnya pemerintah beranggapan bahwa subsidi
BBM ini membebani APBN, kemudian pemerintah memunculkan opini ke tengah-tengah
masyarakat bahwa subsidi BBM ini justru lebih banyak di nikmati oleh
orang-orang yang mampu atau kaya. Dari sinilah kemudian pemerintah memberikan
usulan untuk menaikan harga BBM, dan akhir dari semua itu pemerintah kemudian
mencoba membangun opini seakan-akan tidak cukup hanya dengan menaikkan harga
BBM karena subsidi BBM ini tetap saja membebani APBN negara, sehingga
pemerintah berkesimpulan perlunya untuk menghapus subsidi BBM tersebut. Opini
saat ini digiring untuk memaklumkan hal itu, dengan menggunakan kepanjangan tanganannya pemerintah seperti para menteri, akademisi, dan birokrat
daerah-daerah agar masyarakat memaklumi penghapusan Subsidi BBM ini. Misalnya
saja melalui Komite Ekonomi Nasional (KEN) yang mengajukan usul kepada
pemerintah untuk menghapus subsidi BBM untuk kendaraan pribadi dari pada
menaikkan harga BBM. Bukan hanya KEN, Ketua Asosiasi Pemerintah Propinsi
Seluruh Indonesia (APPSI) Syahrul Yasin Limpo mengusulkan kepada pemerintah
untuk mengalihkan subsidi BBM ini secara bertahap dan dialihkan ke sektor yang
lainnya.
Kesimpulannya, pemerintah ingin mencoba membangun
skenario yang sama atas perlakuan dua jenis energi ini, dengan cara mencari
alasan sebanyak-banyaknya untuk menghapus subsidi energi ini. Jika subsidi BBM
ingin dihapuskan dengan alasan subsidi ini salah sasaran, maka perlakuan yang
sama akan dipakai oleh pemerintah terhadap subsidi listrik. Yang membedakan
hanya pada objek, subsidi BBM ini salah karena dinikmati orang kaya sedangkan subsidi
listrik salah karena dinikmati oleh perusahaan
industri. Namun inti atau substansi yang ingin pemerintah sampaikan
bahwa subsidi ini salah, jadi sebaiknya dihapuskan
saja. Apalagi frame dari awal pemerintah adalah subsidi itu pasti membebani
APBN. Hal tersebut diakui langsung oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro. Beliau
mengatakan subsidi energi akan terus mengganggu karena sebagian APBN mengarah
kesana, bahkan dia beranggapan kini APBN
terancam dengan adanya subsidi ini.
Dalam sistem kapitaslime ‘murni’, negara hanya
berperan untuk melindungi kebebasan individu untuk bersaing secara bebas
menjalani hidup ini, negara tidak berkewajiban untuk memberikan subsidi kepada
warganya untuk hidup. Namun sekali lagi untuk menjaga agar sistem ini bisa
bertahan maka negara tidak punya pilihan kecuali memberikan sedikit subsidi kepada
rakyatnya. Karena dengan begitu rakyat bisa tenang dan sistem ini bisa
bertahan, tetapi yang umat ini harus pahami adalah sistem ini tidak akan
mungkin akan diam dan tenang kecuali menampakan kembali jati dirinya sebagai
sistem rakus. Karenanya berbagai upaya akan dilakukan untuk melepaskan warga
negaranya untuk bisa hidup sendiri tanpa peran negara. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah dengan menghilangkan subsidi energi ini, dengan berbagai macam
alasan.
Alasan yang sering kali dilontarkan oleh pemerintah dan algojonya adalah subsidi energi tersebut sebaiknya dialihkan untuk pembangunan infrastruktur dan pembangunan sosial. Pertanyaannya adalah betulkah jika subsidi ini dialihkan untuk pembangunan maka akan terjadi perbaikan dan mampu mensejahterahkan rakyat? Dalam buku Analisis Kebijakan Publik karya Edi Suharto Ph.D. Beliau mengatakan sejarah juga menunjukkan bahwa kapitalisme bukanlah piranti paripurna yang tanpa masalah. Selain gagasan (kapitalisme) itu menyesatkan, terdapat banyak agenda pembangunan yang tidak jernih mengalir dalam arus sungai kapitalisme. Masalah seperti perusakan lingkungan, meningkatnya kemiskinan, melebarnya kesenjangan sosial, meroketnya pengangguran dan merebaknya pelanggaran HAM serta banyaknya masalah degradasi moral lainnya di tenggarai sebagai dampak langsung maupun tidak langsung dari beroperasinya sistem ekonomi kapitalistik.
Tuduhan tersebut bukanlah tanpa bukti, berdasarkan
studi di negara-negara berkembang, Haque dalam Restructuring Development
Theories and Policies (1999) menunjukkan bahwa kapitalisme bukan saja
telah gagal mengatasi krisis pembangunan, melainkan justru lebih memperburuk
kondisi sosial-ekonomi di dunia ketiga. Artinya adalah hal yang mustahil jika
pembangunan itu akan selaras dengan tingkat kesejahteraan rakyat, karena
pembanguan infrastruktur dan pembangunan sosial tetap saja melibatkan para
kapitalis dan penguasa negeri ini yang rakus.
Umat islam harus memahami, konteks permasalahan mereka adalah diterapkannya sistem kapitalisme ini, yang menghilangkan kewajiban negara untuk mengurusi urusan umatnya, mensejahterakan warganya, dan mengarahkan mereka untuk hidup di dengan kemulian. Karenanya tidak ada pilihan bagi kita kecuali menghancurkan sistem ini dengan perlawanan pemikiran hingga islam diterapkan kembali dalam satu intitusi negara yakni khilafah. Dengan itu kehidupan islam akan berjalan kembali ditengah-tengah umat ini, dan akan memberikan umat ini kemulian dan kesejahteraan. InsyaAllah.!
Imaduddin Al
Faruq
Aktivis Gema Pembebasan
Aktivis Gema Pembebasan
Kota Bandung
0 comments:
Post a Comment