Responsive Banner design
Home » » Kebijakan Impor Gula Menyengsarakan Petani Gula

Kebijakan Impor Gula Menyengsarakan Petani Gula

Sekitar 1 juta ton gula petani dan pabrik gula menumpuk di gudang dan tidak bisa dijual kepasar, hal itu diakibatkan impor gula rafinasi (mentah) yang meningkat yang tdk terkendali. Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia mengatakan bahwa kebijakan impor gula rafinasi yang mencapai 4 juta ton sehingga gula lokal tidak bisa dijual kepasar.
Total konsumsi gula nasional, baik untuk rumah tangga maupun industri skala kecil, menengah dan besar mencapai 4 juta ton, sedangkan produksi gula dalam negeri berbasis tebu mencapai 2,6 juta ton dan impor gula tahun 2014 mencapai 3,5 juta ton. Jika di kalkulasikan maka total pasokan gula mencapai 6,1 juta ton sedangkan konsumsi hanya 4 juta ton, artinya ada kelebihan 2,1 juta ton gula. Hal inilah yang mengakibatkan 1 juta ton gula petani tidak bisa dijual ke pasar di akbiatkan besarnya jumlah yang di impor dari luar negeri. Hal itu akan di perparah jika kebijakan Menteri Perdagangan kembali melakukan impor gula mentah lagi sebanyak 300.000 ton untuk memenuhi permintaan industri gula rafinasi.
Padahal jika kita mengacu pada survei Sucofindo pada tahun 2007, total kebutuhan gula untuk industri tahun 2014 jika pertumbuhan rata-rata 5 persen hanya 2,4 juta ton sedangkan disisi lain pemerintah memberikan izin impor gula mentah untuk pabrik rafinasi tahun 2013 mencapai 3,2 juta atau setara dengan 3 juta ton gula rafinasi. Artinya pada tahun 2013 kita memiliki kelebihan pasokan gula rafinasi 600.000 ton. Sedangkan pada tahun 2014 pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan impor gula sebesar 2,8 juta ton dengan begitu pada tahun 2014 kelebihan gulan mencapai 400.000 ton. Jika di akumulasi sisa gula 2013 dan 2014 mencapai 1 juta ton. Inilah yang sisa gula yang menumpuk. Hal itu akan tetap berlanjut jika impor gula tetap meningkat setiap tahunnya.
Selain kebijakan impor yang berlebihan, pemerintah juga gencar memberikan ijin pendirian pabrik gula ranifasi yang kebutuhan bahan bakunya harus di penuhi dari gula mentah impor, hal itu di ungkapkan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia Tito Pranolo. Tito Pranolo mengatakan pemberian izin pembangunan pabrik gula rafinasi yang di obral membawa konsekuensi peningkatan volume impor gula mentah sebagai bahan baku, hal itu disebabkan karena pabrik bertambah sehingga produksi pun ikut bertambah, sehingga mau tidak mau pmerintah harus menambah impor agar pabrik gula rafinasi bisa berjalan. Tidak mungkin pabrik gula hanya akan menghasilkan 50 persen kapasitas produksinya karena itu akan membuat mereka bangkrut, namun disisi lain produksi gula mentah itu sangat terbatas, satu-satunya jalan untuk menutupi kebutuhan gulan mentah tersebut adalah dengan melakukan impor gula mentah.  
Inilah bentuk ketidakberpihakan pemerintah dalam melakukan kebijakan gula nasional, impor yang berlebihan dilakukan oleh pemerintah membuat petani dalam negeri tidak bisa menikmati hasil produksi mereka. Disisi lain pemerintah menuntut para petani gula untuk swasembada gula namun disisi lain pemerintah melakukan impor yang justru menafikan keberadaan para petani. Hal ini adalah konsenkuensi logis dari dari bentuk liberalisasi ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah, akibatnya pengusaha dan mafia senang dengan kebijakan tersebut sedangkan rakyat menjadi susah dan penonton di negeri mereka sendiri.
  
Imaduddin Al Faruq
Muslim Analyze

0 comments:

Post a Comment