Mendengar kata partai tidaklah terlalu asing di telinga
masyarakat, hampir setiap hari media cetak dan elektronik mengabarkan
dan menginformasikan tentang partai politik baik itu sisi positifnya
maupun sisi negartifnya. Perasaan sendiri dalam pendefinisiannya menurut
para psikolog adalah segala sesuatu yang kita rasakan. Jadi perasaan
adalah salah satu fungsi merasa bagi jiwa seperti marah, sedih, bahagia,
gembira, malas, bosan dan sebagainya.
Namun yang unik
dalam perasaan adalah dia mempunyai ciri khas tersendiri, salah satu
ciri khas itu adalah bekerja berdasarkan prinsip kesenangan. Perasaan
tidak memilih apa yang salah dan yang benar bagi dirinya, tidak pula
mempunyai standar baik buruk bagi dirinya. Ia hanya memilih berdasarkan
prinsip kesenangan, jika itu menyenangkan bagi dirinya maka itu akan
selalu menjadi pilihannya.
Perasaan tidak pernah
memilih jalan penderitaan, setiap penundaan terhadap kesenangan yang ia
ingin dapatkan, pasti akan menimbulkan penderitaan bagi dirinya, karena
itulah perasaan itu bersifat hedon dan pragmatis!
Tidak
berbeda jauh dengan sifat perasaan, partai politik saat ini pun
sepertinya telah kehilangan standar baik buruk atau benar salah bagi
dirinya. Yang terpenting bagi partai politik adalah bagaimana caranya
mendapatkan kekuasaan yang dengan kekuasaan itu mereka bisa hidup dengan
kesenangan tanpa batas.
Praktek korupsi yang
dilakukan oleh kader-kadernya seakan menutup mata partai politik untuk
menganggap hal itu biasa, karena dengan cara itu kesenangan mereka bisa
berlajut. Apalagi saat mendekati pemilu kecenderungan partai politik
menginstruksikan para kadernya untuk turun kemasyarakat langsung
mendengarkan penderintaannya, tetapi setelah terpilih instruksi dari
partai hilang begitu saja untuk mengingatkan para kadernya untuk
memenuhi janjinya yang dahulu. Inilah sifat hedon dan pragmatisnya
partai politik!
Sistem politik demokrasi tak ubahnya
rahim yang melahirkan partai-partai perasaan yang sibuk mengejar
kesenangan dan melupakan masyarakat yang bodoh dengan kesadaraan
politiknya, hal itu terjadi karena sistem inilah yang menghilangkan
standarisasi kebenaran pada partai politik dan mengarahkan mereka
menjadi pragmatis dalam berpolitik, hingga jadilah mereka partai
perasaan. Karnanya partai politik harusnya hadir bukan sebagai partai
perasaan, tapi partai yang ideologi yang mencerdaskan masyarakat dengan
ideologi yang dia emban tentu dengan standarisasi kebenaran yang jelas.
0 comments:
Post a Comment